Tuesday, May 25, 2010

Teknik Berbicara di Radio dan Televisi

Era 1993-an dimana Media Massa Amerika Serikat saat itu menyebutnya “Baby Boomers”, acara musik MTV sedang berjaya di Amerika. MTV Goes to Asia, Indonesia pun dilanda MTV Mania. Dengan lahirnya begitu banyak musisi melalui jalur rekaman, persaingan di industri musik Indonesia semakin ketat. Ini membuat televisi menjadi sasaran para produser kaset untuk mempromosikan album kaset terbaru para penyanyinya. Setelah Aneka Ria Safari (TVRI) ditinggalkan bermunculah acara musik acara musik local seperti: Zimfoni, Intro, AN7, Rocket, Pesta mengimbangi kehadiran MTV Indonesia. Persaingan ketat ini melahirkan pembawa acara televisi swasta pasca TVRI seperti: Jeffry Waworuntu, Andri Sentanu, Charles Bonar Sirait, Dian Nitami, Sarah Sechan, Jamie Aditya, Sahrul Gunawan, Becky Tumewu, Farhan, dll.

Selain musik, adapula Game Show atau Quiz yang kemudian melahirkan nama-nama pembicara seperti: Koes Hendratmo dalam Berpacu Dalam Melodi, Tantowi Yahya dalam Gita Remaja, lalu ada angkatan berikutnya: Dede Yusuf dalam Tak Tik Boom di RCTI, Farhan dalam Quiz Tebak Harga di Trans TV, Charles Bonar Sirait memandu Quiz Roda Impian di SCTV, Tantowi Yahya dengan Who wants To Be Millionaire di RCTI, Helmi Yahya dengan Siapa Berani di Indosiar, Sonny Tulung dengan Famili 100 Indosiar dan ANTEVE, Nico Siahaan dengan Super Deal di Anteve.

Persaingan Media

Berbeda dengan televisi, persaingan Radio kala itu lebih ketat karena ijin persaingan usaha di Industri ini telah lebih dahulu memperbolehkan swasta bersaing. Jika TVRI saat itu minim kompetitor, berbeda dari RRI yang sudah dikelilingi oleh radio swasta. Siapapun anak muda saat itu di Jakarta pasti mendengarkan Prambors lewat gelombang 666 Khz-nya sampai pindah saat ini ke 102,3 FM. Prambors pun dikenal sebagai “Lembah Tidar” penghasil pembicara public. Ida Arimurti, Arta Bangun, Edy Pribadi, Krisna Purwana, Becky Tumewu, Erwin Parengkuan, Daddo Parus, Ferdy Hasan merupakan alumni Radio berlokasi di jalan Borobudur 9 di kawasan Proklamasi Jakarta Pusat itu. MRA Group dengan Radio HardRock-nya yang digawangi oleh Mutia Kasim, alumnus Prambors, kemudian menjadi alternative lain bagi para pembicara public untuk berkarier. Dari tempat ini lahir nama-nama seperti almarhum Indra Safera, Farhan, Sarah Sechan, Erwin Parengkuan, Indra Bekti.
Di tahun 2007, industri media telah menimbulkan hiruk-pikuk visualisasi dan audio bagi ruang pandang dan ruang dengar kita. Kini kita bias menikmati tayangan televisi 24 jam nonstop melalui televisi berlangganan seperti Kabelvision, Indovision, Astro dengan variasi acaranya yang beragam.
Bayangkan, dengan kondisi seperti ini berapa banyak pembawa acara radio dan televisi yang dibutuhkan ? Kontras dengan tahun 1970, kalau saat itu mudah sekali mengenal almarhum Sambas. Kini sangat sulit menghapal nama acara dan pembawa acarannya. Itulah industri media, bergulir cepat seperti pusaran air, Perkembangan media sangat menentukan perkembangan gaya bicara. Dahulu pakem berbicara sangat jelas, kini revolusi media membuat semua nilai berubah.
Bukan hanya itu, gaya berbusana televisi saat itu sangat berbeda dari era sekarang. Nonverbal public speaking sudah banyak berubah. Fashion designer dan wardrobe specialist kini semakin berperan dalam industri media, khususnya televisi dan film. Semakin modern, semua rambu dan batas serta aturan yang rigid semakin tidak jelas. Apa pengaruhnya terhadap public speaking skills di media ?
Semua menjadi serba fleksibel serba instant, Perubahan yang begitu cepat terjadi mewarnai ragam bicara di televisi dan radio secepat sms yang terkirim dari telepon seluler milik anda.

Berbicara di Radio

Kecepatan berbicara, visualisasi pendengar, dan penyesuaian diri karena Radio benar-benar unik. Membawakan acara di radio tidak lebih mudah daripada membawakan acara televisi.
Di radio, penguasaannya benar-benar anda sendiri. Radio adalah Sarana Imajinasi (Theater of Mind). Bayangkan anda harus mampu seolah-olah bercakap-cakap dengan banyak orang padahal realitasnya anda hanya sendiri di dalam ruangan, kalaupun ada yang menemani mungkin hanya operator. Di beberapa stasiun radio dengan teknologi canggih seperti sekarang, penyiar bahkan diharapkan mampu berperan sebagai operator sehingga tugas anda berbicara sekaligus merangkap pekerjaan teknis. (dari tape recorder ke winamp)
Radio merupakan alat komunikasi dua arah. Jadi, walaupun sedang siaran seorang diri, seorang penyiar harus memiliki visualisasi seolah-olah di sekelilingnya ada para sahabatnya dan temannya, padahal ia hanya seorang diri.
Pembicara di radio harus mampu membangun suasana yang menghibur. Pendengar radio dalam mobil, di jalan dan dikantor umumnya tidak peduli apa yang terjadi pada diri pembicara. Yang penting mereka harus terhibur.
Pembicara atau penyiar dituntut dapat memberikan informasi tetapi bukan memaksakan informasi atau menggurui. Radio memaksa otak kita menjadi jauh lebih kreatif dengan mencari kata dan cara berbicara dengan pendengar.

Public Speaking untuk radio berbeda dari televisi. Berbicara di radio perlu lebih dijiwai dan memiliki empati yang sangat besar terhadap penggemar. Kita seperti sudah begitu lama saling kenal, walaupun baru saja berkenalan via udara. Namun merasa sudah mengenal anda bertahun-tahun. Itulah Radio. Anda harus berada sedekat mungkin, walau kenyataannya jarak dan waktu memisahkan anda dan audiens.

Bahasa Radio


Bahasa anda di radio sangat dipengaruhi oleh riset anda atas kriteria para pendengar acara anda. Mampukah anda memvisualisasikan para pendengar anda dengan bayangan imajiner anda ? mampukah anda membayangkan pendengar anda itu individu yang seperti apa ? Apakah mereka masih muda atau sudah senior ? atau justru pendengar akan mendengar radio seorang diri atau malah mendengarkan radio bersama-sama kelompoknya. Pembicara di Radio juga dikenal rajin mencari informasi akan “latar belakang pendidikan” para pendengarnya untuk semakin memperdekat “jarak”.
Kalau pendengar radio hanya mampu mendengar 14% isi pembicaraan, atau informasi yang disampaikan melalui radio, itu artinya penyiar radio yang benar harus mampu berbicara ringkas, jelas dan padat (tidak bertele-tele atau straight to the point).

Lantas bagaimana cara melatih bicara di radio ? Pendekatan yang sangat sederhana adalah:

- Mulai menulis ulang (re-writing), yaitu menuliskan semua hal yang ingin anda sampaikan dalam bahasa yang mudah, hindari kata-kata yang sulit. Make it simple !
- Sebelum siaran coba melakukan ad-libbing (tanpa tulisan), yaitu berbicara tanpa harus membaca tulisan; melakukan percakapan tanpa melihat pada tulisan.
- Sebelum siaran berkompromi dan beradaptasilah dengan semua materi pendukung siaran, seperti: ruang siaran radio, mixer, computer, mikrofon, tempat duduk, blocking atau posisi duduk yang nyaman, crew dan produser.

Berbicara di radio memerlukan ketrampilan tinggi: aksentuasi, intonasi, dan artikulasi dalam nada yang jelas. Tips lain bagi pembicara yang akan tampil di radio adalah kemampuan menulis informasi yang akan dibicarakan dengan bahasa tutur – menulisnya dalam kalimat narasi, focus pada sebuah masalah (straight to the point), tidak bertele-tele, singkat, mudah dimengerti, membuat berbicara di radio menjadi lebih mengerti dan bermakna bagi para pendengar.




Berbicara di Televisi


Melalui televisi dapat dicermati bahwa ragam dan teknik orang berbicara semakin mendapatkan tempat. Melalui sinetron, musik, talkshow, lagu dan iklan semua ketrampilan public speaking dimungkinkan lebih cepat berkembang.

Karena saat ini televise penuh iklan, penting bagi siapa saja yang ingin bicara di televise untuk berbicara dengan singkat sebab slot waktu bagi pembicara sudah diatur. Public speaking di televisi benar-benar ketat dan banyak persyaratannya. Hal-hal yang dipersyaratkan antara lain:

1. Persiapan Fisik

Jika pendengar radio selalu berekspektasi pembicaraannya sehat, pemirsa televise justru lebih detail dan kritis dalam memberikan penilaian. Dengan demikian, seorang pembicara di televisi perlu menjaga kesehatannya agar penampilan fisiknya bugar ketika tampil.

2. Persiapan Busana


Busana tak kalah pentingnya dengan persiapan fisik, karena pencitraan pembicara di televisi diwakili oleh busana yang disandangnya. Salah kostum juga akan sangat mempengaruhi citra anda. Sebagai contoh, dalam sebuah acara yang mengharuskan semua tamunya menggunakan pakaian tematis batik namun anda sendiri yang menggunakan kemeja, hal ini jelas mengurangi nilai anda di mata pemirsa.

3. Persiapan membaca Rundown & Script


Memiliki rundown yang sama dengan seluruh tim sangat menentukan kesuksesan anda bicara di televisi. Dengan memiliki rundown, pembicara public diharapkan mampu memvisualisasikan tujuan dan arah acara serta mengetahui dengan cepat sedang berada di bagian mana dari shooting. Skrip yang lengkap umumnya memuat semua informasi. Jika anda mampu menyederhanakannya menjadi pointers, itu merupakan langkah yang baik.

4. Persiapan Membaca Istilah Asing


Siapkan catatan untuk istilah asing, tuliskan bagaimana melafalkannya. Selain itu, arti istilah itu juga perlu anda catat singkat karena tidak mungkin melakukan penerjemahan di saat acara televisi dimulai.

5. Mata, Suara, Tubuh adalah Aset Utama


Berbeda dari membawakan acara di radio yang menggunakan pendekatan emosional suara, di televisi pemirsa berkomunikasi dengan body language-nya, mata, dan suara. Ketiga hal ini harus anda gunakan semaksimal mungkin agar kita mendapatkan atensi dari pemirsa.

6. Blocking Tubuh dengan Kamera Televisi


Yang dimaksud dengan blocking adalah “mencoba” penempatan lokasi shoot. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada saat latihan sebelum shooting dimulai. Pembicara public diminta untuk melakukan uji coba posisi berdiri yang nyaman bukan hanya untuk kepentingan kamera, namun juga untuk dirinya sendiri.
Dengan makin canggihnya teknologi kamera, dan jumlahnya yang lebih dari satu, blocking sangat diperlukan, karena setiap kamera memerlukan set-up teknis yang berbeda berdasarkan banyak hal seperti posisi berdiri pembicara, tat arias wajah pembicara, tata cahaya lampu, suasana panggung.

7. Berbicara dari Hati dan Tetap Menghormati Hak Orang lain


Pembicara yang baik tidak sepantasnya melakukan “intimidasi” dalam menjalankan fungsi kekritisannya dalam membawakan acara atau berbicara. Menudingkan jari telunjuk atau apa saja yang merupakan simbolisasi dari menyuruh, menghakimi dan menekan sangat dilarang dalam etika berbicara di televisi.

Dikutip dari dosen saya Bpk Satrio yang merupakan Penyiar sebuah stasiun TV lokal yaitu TATV Solo.